|
|
Home > Artikel > Detail |
|
|
Ilmu Gaib Soeharto Banyak di Buru Orang |
Kategori : Umum ShareThis |
|
Banyaknya pejabat yang menjenguk Soeharto yang sakit di RSPP, sangat bisa dimengerti. Soeharto pernah menjadi presiden selama 32 tahun sehingga hampir semua pejabat saat ini adalah bekas anak buahnya. Hubungan senior-yunior atau bapak-anak itu mesti dijaga karena tanpa senior/bapak, yunior/anak tak mungkin menjadi seperti sekarang. Inilah mungkin kesempatan terakhir untuk bertemu dan memberi hormat.
Dalam perspektif Jawa, menjenguk orang hebat yang hendak menemui ajal, bukanlah sekadar memberi hormat. Lebih dari itu, para penjenguk bisa berharap akan kejatuhan ilmu yang dimiliki orang yang dijenguknya. Sebab, bagi orang Jawa, tidak ada orang kuat, tidak ada pemimpin hebat, tanpa ilmu yang kuat dan hebat pula. Dan ilmu-ilmu itu akan lepas bersamaan dengan lepasnya nyawa dari yang empunya.
Berbeda dengan konsep Barat, ilmu dalam khasanah Jawa adalah sesuatu yang konkret. Jika di Barat ilmu berarti kemampuan otak manusia dalam menampung dan mengolah informasi dan pengetahuan; dalam tradisi Jawa, ilmu adalah hasil dari laku prihatin, misalnya lewat puasa dan bertapa, yang mewujud dalam bentuk benda-benda, seperti cincin, ikat kepala, keris yang memiliki bahkan merasuk dalam tubuh yang empunya. Itulah kasekten. Sesuatu yang membuat orang menjadi sakti, berilmu.
Demikian juga dalam soal kekuasaan. Orang Barat melihat kekuasaan adalah sesuatu yang abstrak: kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, menggerakkan atau memaksa orang lain. Sementara menurut orang Jawa, kekuasaan adalah sesuatu yang dijatuhkan dari atas kepada orang-orang tertentu. Kekuasaan adalah wahyu, yang hanya diperoleh orang-orang terpilih. Wahyu selalu manjing dalam raga, juga diikuti oleh benda-benda sakti lainnya.
Nah, dalam konteks demikian, maka bisa dimengerti bila Soeharto sakit dan kritis, maka para pejabat datang berduyun. Ya, mereka hendak memberi penghormatan terakhir, tapi dalam hatinya mungkin juga berharap akan mendapatkan ilmu dan wahyu yang pernah dimiliki Soeharto. Tak ada yang salah, sebab dalam tardisi Jawa tindakan praktis itu juga kerap dilakukan para pendahulu. Artinya, tanpa laku prihatin, tanpa puasa dan pertapa, jika ilmu atau wakhyu itu mau jatuh ke seseorang, ya jatuhlah.
Oleh karena itu pula, siapapun sesungguhnya punya peluang untuk kejatuhan ilmu dan wahyu yang sempat dimiliki Soeharto. Makannya jangan heran, setiap Soeharto sakit, pada radius 500 meter dari RSPP banyak orang pintar berkumpul. Mereka datang dari pelosok Jawa bahkan penjuru tanah air. Mereka berharap bisa menangkap atau kejatuhan ilmu atau wahyunya Soeharto yang hendak terbang dari raga. Mereka punya peluang yang sama dengan para pajabat yang keluar masuk rumah sakit.
Sumber : detik.com |
|
|
|
Dibaca : 5809 kali |
|
KOMENTAR ANDA : |
|
|
|
|
| |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar